statement trading

statement trading
ini adalah hasil live trading EA saya.hasil trading 10% tiap bulan untuk posisi aman, bisa smpe 20-30% untuk posisi spekulasi.jika ada yg berminat contact saya di 085649238006.
Program Affiliate Indowebmaker
InstaForex
gps forex robot

trading free $100 no deposit

DAFTAR ROBO FOREX, GRATIS $15

masukkan kode referal:" ybu " jika keberatan silahkan dikosongin aja

MARKETIVA

MARKETIVA
untuk pendaftaran klik gambar diatas dan untuk mendapatkan kupon silahkan kirim email ke saifudinzuhri32@yahoo.co.id

tempat penukaran uang terpercaya

daftar libertyreserve

SIGNAL FOREX HARI INI


Powered by GainScope.com - Forex

download gratis dapat uang

payooner

ini adalah perusahaan yang menjual produk ksehatan.dengan daftar disini,kita akan dapat kartu kredit payooner gratis langsung di kirim kerumah kita.silahkan mencoba saya sudah mendapatkan kiriman kartu kreditnya.kegunaan kartu kredit tersebut dapat kita gunakan untuk mengaktifkan rekening paypal. silahkan klik dibawah ini.

Rabu, 29 September 2010

Kajian Tasawuf di Indonesia

KAJIAN TASAWUF DI INDONESIA
sebuah pengantar
Oleh:M Saifuddin Zuhri
Akhir-akhir ini perhatian dan kecenderungan masyarakat terhadap tasawuf tampak meningkat. Buku-buku yang bertema tasawuf agaknya merupakan buku terlaris di pasaran. Kajian-kajian intensif tasawauf yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan sosial keagamaan menarik minat yang cukup tinggi dari kaum terdidik perkotaan1. Para tokoh sufi dan lembaga tarekat ramai dikunjungi tidak hanya oleh masyarakat pedesaan tetapi juga oleh golongan kelas menengah perkotaan. Di tengah derasnya arus modernisasi dan perubahan sosial budaya, tasawuf semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Terlepas dari tujuan mereka meminati dunia tarekat tersebut, hal ini merupakan fenomena yang menarik sekaligus menolak anggapan bahwa tasawuf menjadi faktor penghambat pemabangunan dan kemajuan masyarakat.
Sebagai sebuah gerakan --dalam sejarah dan perkembangannya-- para sufi menurut Gilsenan dikategorikan dalam dua kelompok: pertama, sufi individualis yang terpanggil untuk mempraktekkan kehidupan asketis dan mistis yang lewat karya-karyanya kemudian mereka dikenal oleh para generasi berikutnya. Acapkali para sufi juga dibesarkan oleh sejumlah pengikut yang menganggapnya sebagai special figure yang dapat mengikat mereka pada suatu aliran tertentu; kedua, para sufi yang diikat oleh suatu aliran tertentu dan merupakan suatu persaudaraan (brotherhood) yang sering disebut dengan tarekat. Kadang-kadang suatu tarekat merupakan institusi semi formal yang bergerak di bidang sosial, ekonomi dan bahkan politik2
Dalam sejarah dan perkembangan masyarakat, sufisme merupakan dimensi Islam yang sangat kontroversial. Hakikat dan eksistensinya seringkali disalahpahami dan diremehkan. Secara teologis, ajaran-ajaran tasawuf oleh beberapa kalangan, terutama golongan yang mengklaim sebagai modernis, dipandang sebagai ajaran yang tidak berasal dari Islam sehingga penganutnya dapat dianggap musyrik, bid’ah, tahayul dan khurafat. Secara sosial, tasawuf yang mengajarkan kehidupan asketis menjadi penghambat pembangunan dan kemajuan zaman sehingga tidak mengherankan kalau Al-Ghazali dipandang bertanggung jawab terhadap ketertinggalan dan kemunduran umat Islam.
Tuduhan dan kritik terhadap tasawuf tersebut memang seringkali tidak beralasan. Karena tuduhan dan kritik tersebut biasanya datang dari golongan yang tidak memahami tasawuf secara komprehnsif dan mendalam dan tidak melihatnya dari perspektif sufi itu sendiri. Secara teologis, sesunguhnya tasawuf memiliki dasar doktrin yang kuat di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah, dan menurut Nurcholish Madjid3 justru tasawuf memiliki akar yang lebih kuat di dalam Al-Qur’an dibanding dengan syari’ah.
Bagi para sufi, sebetulnya sufisme dan syari’ah tidak dipandang sebagai dua dimensi yang bertentangan tetapi saling melengkapi satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Meskipun demikian, dalam sejarah dan perkembangan masyarakat memang terjadi pertentangan dan konflik antara kedua penganut dimensi Islam tersebut.
Sufisme yang dianggap sebagai simbol kejumudan dan kepasifan juga merupakan kesimpulan yang over-generalisation, karena dalam banyak kasus di dunia muslim para sufi dan pengikut tarekat berperan aktif dalam berjuang melawan kaum kolonial, bisa kita lihat misalnya kelompok sufi al-Murabbithun. Di Indonesia, beberapa tarekat merupakan kelompok masyarakat yang ditakuti pemerintah kolonial Belanda karena gerakan-gerakan “pemberontakan” yang mereka lakukan.
Martin Van Bruinessen4 adalah orang pertama yang menyajikan hasil studinya secara komprehensip mengenai beberapa tarekat di Indonesia. Kajian pertamanya (1992) khusus membahas aspek-aspek historis, sosiologis dan geografis tarekat Naqsabandiyah termasuk cabang-cabangnya di Indonesia, sedangkan kajian kedua (1995) merupakan kumpulan berbagai artikel mengenai pendidikan Islam tradisional dan tarekat Qadiriyah, Khalwatiyah dan Sammaniyah di Indonesia.
Sebagaimana pendapat kebanyakan ahli sejarah Islam Indonesia, bahwa proses islamisasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kontribusi dan peran penting para tokoh sufi. Bahkan tidak sedikit yang melebihkan peran mereka dalam proses islamisasi tersebut, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah hanya aspek sufisme sajalah yang berkembang di Indonesia
Terkait dengan hal di atas, Victor Tanja5 berpendapat, bahwa Islam yang mula-mula datang ke kepulauan Nusantara ialah Islam yang bercorak sufistik. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sejarah walisongo sebagai penyebar agama Islam di pulau Jawa.
Dalam beberapa bagian bukunya, Dhofier6 mendeskripsikan beberapa tarekat yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai salah satu aspek dari tradisi pesantren yang senantiasa dipertahankan dan dikembangkan. Sepuluh tahun kemudian Azra7 mengkaji jaringan intelektual dan spiritual ulama Timur Tengah dan Nusantara abad ke 17 dan 18 M di mana tarekat merupakan salah satu wacana ilmiah dalam jaringan tersbut.
Dalam waktu yang cukup lama kajian tasawuf di Indonesia masih didominasi oleh para ilmwuan Belanda yang kebanyakan mengikuti filologi. Tradisi ini kemudian diikuti oleh beberapa filolog Indonesia baik dari universitas-universitas umum maupun dari perguruan tinggi Islam. Demikianlah beberapa tokoh sufi Nusantara dan karya-karyanya diteliti secara historis dan filologis, meskipun dominasi filologisnya lebih menonjol ketimbang aspek historis, sosiologis dan antropologisnya. Dalam konteks studi tersebut, ironisnya, gerakan tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Banten pada akhir abad ke 19 M, oleh Kartodirdjo8 dipandangnya sebagai gerakan petani.
Dalam beberapa tulisannya, A.H. Johns9 seorang ahli filologi Australia, mengatakan bahwa atas jasa para sufilah Islam menjadi sangat berakar dalam masyarakat Indonesia. Walaupun Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad ke 8 M, konversi secara besar-besaran baru terjadi pada abad ke 13 M melalui para sufi tersebut seiring dengan runtuhnya Baghdad ke tangan Mongol tahun 1258 M.
Di Indonesia bermacam-macam tarekat telah masuk dan berkembang secara subur. Meski tidak diketahui secara pasti tarekat mana yang pertama datang dan diikuti oleh orang Indonesia. Tokoh sufi terkenal Hamzah Fansuri diceritakan sebagai guru tarekat Qadiriyah. Dia sendiri banyak melakukan perjalanan di wilayah-wilayah Indonesia termasuk Jawa10 Nuruddin Al-Raniri adalah penganut tarekat Rifa’iyah dan ‘Aidarusiyah. ‘Abdur Ra’uf Al-Sinkili adalah guru tarekat Syattariyah yang memiliki seorang murid terkenal dari Jawa Barat yang bernama ‘Abdul Muhyi. Dari Jawa Barat tarekat tersebut menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan Syaikh Yusuf Taj Al-Khalwati mengikuti berbagai macam tarekat walaupun ia lebih terkenal sebagai guru tarekat Khalwatiyah. Pada periode berikutnya beberapa tarekat lain berkembang di Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bahkan beberapa tarekat “lokal” mampu menarik sejumlah pengikut. Tetapi di antara tarekat-tarekat yang ada itu, tarekat Qadiriyah yang paling populer. Tarekat ini dinisbahkan dengan nama besar Syeikh Abdul Qadir al-Jailani.
Syeikh Abdul Qadir al-Jailani adalah seorang tokoh sufi yang mempunyai pengikut dan pengaruh besar di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Ia dikenal sebagai penguasa para wali (Sulthan al-Auliya’) dan pemuka para sufi (Imam al-Ashfiya’). Jamaah sufi yang dinisbahkan kepadanya (Qadiriyah) adalah paling tua usianya dan paling luas daerah penyebarannya.
Kepribadiannya yang amat mulia dan alim, membuat dirinya berkedudukan tinggi di lingkungan masyarakatnya. Ia seorang tokoh spiritual Muslim yang benar-benar menghidupkan roh Islam yang sejati, sehingga ia mendapat predikat muhyi al-din (penghidup agama). Orientasi pemikirannya yang humanistik dan moderat membuat kepribadiannya yang cinta damai.. Ia berhasil menyeru banyak orang, baik dari kalangan Kristen maupun Yahudi untuk memeluk Islam. Dari kehebatan dan sejumlah karamat yang dimiliki, banyak mendapat perhatian serta sanjungan, yang bahkan sampai pada pengkultusan.
Disamping sebagai tokoh sufi, ia juga seorang yang luas ilmu pengetahuannya. Ia juga dikenal sebagai ahli hukum (fiqh), ushul dan kalam. Aktivitas kesehariannya hampir tidak pernah berhenti untuk mengajar. Materi yang diajarkan kepada murid-muridnya meliputi: Tasawuf, Kalam, Ushul Fiqh, Hadis dan Tafisr. Bahkan dia juga dikenal seorang ahli sastra dengan bukti karya-karyanya yang ada, misalnya: Futuh al-Ghaib, Fath al-Rabbani, Qashidah al-Ghautsiyah yang terhimpun dalam wacana-wacana.
Al-Jailani adalah tokoh sufi yang memiliki kharisma dan pengaruh besar di kalangan umat Islam --terutama di kalangan persaudaraan tarekat-- baik pada masanya maupun sekarang. Di kalangan persaudaraan tarekat Indonesia misalnya, nama al-Jailani selalu disebut-sebut dalam berbagai kesempatan mengirim doa kepada arwah para leluhur untuk tujuan tawasul. Bahkan ada sebagian jamaah tarekat yang merangkai kalimat tauhid dengan namanya: La ilaha Illa-‘llah Muhammadurrasulullah, Syaikh Abdul Qadir Jailani Waliyyu-‘llah. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa al-Jailani adalah simbol spiritualisme besar di kalangan persaudaraan tarekat hingga saat ini. Read More..