statement trading

statement trading
ini adalah hasil live trading EA saya.hasil trading 10% tiap bulan untuk posisi aman, bisa smpe 20-30% untuk posisi spekulasi.jika ada yg berminat contact saya di 085649238006.
Program Affiliate Indowebmaker
InstaForex
gps forex robot

trading free $100 no deposit

DAFTAR ROBO FOREX, GRATIS $15

masukkan kode referal:" ybu " jika keberatan silahkan dikosongin aja

MARKETIVA

MARKETIVA
untuk pendaftaran klik gambar diatas dan untuk mendapatkan kupon silahkan kirim email ke saifudinzuhri32@yahoo.co.id

tempat penukaran uang terpercaya

daftar libertyreserve

SIGNAL FOREX HARI INI


Powered by GainScope.com - Forex

download gratis dapat uang

payooner

ini adalah perusahaan yang menjual produk ksehatan.dengan daftar disini,kita akan dapat kartu kredit payooner gratis langsung di kirim kerumah kita.silahkan mencoba saya sudah mendapatkan kiriman kartu kreditnya.kegunaan kartu kredit tersebut dapat kita gunakan untuk mengaktifkan rekening paypal. silahkan klik dibawah ini.

Selasa, 30 November 2010

KONSEP IMAN DALAM PANDANGAN TEOLOGI ISLAM

KONSEP IMAN DALAM PANDANGAN TEOLOGI ISLAM
OLEH M SAIFUDDIN ZUHRI,M.Pd.I

PENDAHULUAN


Setiap orang yang ingin mendalami agamanya secara mendalam perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutinya. Mempelajari teologi akan memberikan seseorang keyakinan berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah diumbang-ambingkan oleh perubahan zaman. Ini adalah diantara cuplikan kata- kata pendahuluan Harun Nasution di dalam bukunya “Teologi Islam”.
Teologi, adalah membahaskan ajaran dasar dari sesuatu agama, dalam istilah Arab disebut Usul al Din yaitu ajaran-ajaran dasar agama. Teologi Islam bukan hanya membahas soal ketuhanan saja, tetapi juga membahas soal keimanan. Iman adalah masalah mendasar yang dibahas di dalam aliran pemikiran Islam. Para mutakallimin telah memberikan batasan dan pengertian yang mempunyai persamaan dan perbedaan mengenai iman. Perbedaan dan persamaan konsep iman diantara mutakallimin akan lebih jelas terdapat di dalam pendapat-pendapat lima aliran, yaitu:- Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariah, dan Maturidiah. Persamaan dan perbedaan itu cukup banyak, tetapi di dalam makalah ini hanya akan disentuh dalam hal-hal yang berkaitan dengan sejarah ringkas timbulnya tentang konsep iman, kewajiban beriman dan amal, serta bertambah dan berkurangnya iman.


PEMBAHASAN

A. Konsep Iman
Para Mutakallimin secara umum merumuskan unsur-unsur iman terdiri dari al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan; dan al-‘amal bi al-jawarih. Ada yang berpendapat unsur ketiga dengan istilah yang lain: al-‘amal bi al-arkan yang membawa maksud melaksanakan rukun-rukun Islam.
Perbedaan dan persamaan pendapat para mutakallimin dalam konsep iman nampaknya berkisar disekitar unsur tersebut. Bagi Khawarij antaranya mengatakan pengertian iman itu ialah, beriktikad dalam hati dan berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri dari segala dosa.
Pengertian yang diberikan oleh Khawarij diatas, sama dengan Mu’tazilah pada unsur yang pertama dan yang kedua, tetapi berbeda pada unsur yang ketiga didalam hal menjauhkan diri dari segala dosa, bagi Khawarij termasuk dosa kecil. Sedangkan bagi Mu’tazilah hanya menjauhkan diri dari dosa besar saja.
Bagi Murjiah, bahwa iman itu hanyalah ma’rifah kepada Allah semata-mata. Sedangkan bagi Asy’ariyyah, iman ialah membenarkan dengan hati, dan itulah iktikad. Disini terdapat persaman antara konsep Murjiah dan Asy’ariyyah yang menekankan tugas hati bagi iman atas pengakuan. Cuma Murjiah menggunakan perkataan ma’rifah, sementara Asy’ariyyah menggunakan al-tasdiq.
Selanjutnya konsep Maturidiyyah secara umumnya sama dengan konsep Asy’ariyyah dari ahli al-sunnah wa al-jama’ah, cuma sedikit perbedaan, yaitu bagi Maturidiyyah tasdiq dengan hati mesti satu kesatuan beriqrar dengan lidah. Sedangkan bagi Asy’ariyyah hanya dengan pengakuan hati untuk membuktikan keimanan, taqrir dengan lisan tidak diperlukan, kerana taqrir dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun Islam adalah merupakan cabang dari iman.
Pendapat Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah golongan Asy’ariyyah yang agak lebih lengkap tentang iman seperti yang diberikan oleh al-Baghdadi yang dikutip oleh Harun Nasution, ia menerangkan bahawa ada tiga bahagian.
a. Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka, iaitu: Mengakui Tuhan, kitab, para Rasul, qadar baik dan jahat, sifat-sifat Tuhan dan segala keyakinan lain yang diakui dalam syari’at.
b. Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan melenyapkan nama fasiq dari seseorang serta melepaskan dari neraka, yaitu mengerjakan segala yang wajib dan menjauhi segala dosa besar.
c. Iman yang menjadikan seseorang itu memperoleh prioritas untuk langsung masuk ke surga tanpa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunat dan menjauhi segala dosa.
Dari uraian di atas, dapat dibuat kesimpulan bahawa konsep iman dari lima aliran ini, secara umum dapat dibagi kepada dua:
Pertama:
Konsep yang menerima unsur-unsur iman itu secara mantap ketiga-tiganya, yaitu, al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih atau al-‘amal bi al-arkan.

Kedua:
Konsep yang menekankan kepada unsur pertama saja dari ketiga-tiga unsur tersebut. Unsur-unsur kedua dan ketiga bagi golongan ini hanya merupakan cabang-cabang saja dari iman. Pendapat yang kedua ini terdapat pada golongan yang berpendapat arti iman sebagai ma’rifah dan tasdiq. Golongan ini termasuk Murjiah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.

B. Hukum Kewajiban Beriman
Kewajiban beriman kepada Allah dapat diketahui melalui wahyu dan akal. Mu’tazilah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah sependapat mengatakan bahwa mengetahui adanya Allah dapat diketahui melalui akal, tetapi tentang wajibnya beriman hanya semata-mata karena akal tidak disetujui oleh Asy’ariyyah. Bagi Asy’ariyyah soal wajibnya beriman adalah melalui ketentuan wahyu, bukan lantaran akal. Pendapat Asy’ariyyah itu ditolak oleh Mu’tazilah dan Maturidiyyah. Bagi kedua aliran ini, akal sudah dapat mengantar manusia untuk wajib beriman kepada-Nya.
Persoalannya sejak adalah sejak kapan orang itu mulai diwajibkan beriman kepada Allah. Menurut Mu’tazilah dan Abu Mansur al-Maturidi, apabila manusia telah berakal. Umur atau usia tidak dipandang, usia anak atau orang dewasa, wajib beriman kepada Tuhan.
Sebaliknya bagi Asy’ariyyah, anak-anak yang belum baligh atau dewasa, belum berakal, mereka tidak diwajibkan beriman, karena mereka belum ditaklifkan atau diberikan beban tanggungjawab. Selanjutnya bagi Imam al-Syafi’i, pengikut Asy’ariyyah, mengatakan bahwa anak-anak belum dianggap wajib menerima seruan dakwah.
Pembahasan berikut adalah mengenai kewajiban beriman bagi manusia sebelum adanya Rasul. Menurut Mu’tazilah dan Maturidiyyah aliran Samarkand walaupun Tuhan belum mengutus Rasul kepada manusia, tetapi dengan akal manusia sudah wajib mengenal Allah dan keEsaan-Nya, begitu juga mengenai kewajiban beriman sebelum Rasul diutuskan oleh Allah. Mereka merujuk kepada surah Nuh, 71: I-2:
  •            
      
Terjemahnya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih". Nuh berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu (Qs. An-Nuh:1-2)
Pendapat yang mengatakan kewajiban beriman sebelum diutuskan Rasul ini ditolak oleh Asy’ariyyah dan Maturidiyyah aliran Bukhara dengan mengatakan bahawa sebelum diutus Rasul, tidak ada kewajipan beriman dan tidak ada pula larangan, karena menurut mereka, kalau wahyu tidak ada, manusia pun tidak tahu. Asy’ariyyah mengambil dalil surah al-Israa’, 17: 15:
•       •            •     
Terjemahnya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.( Qs. Al-Israa’:15)
Disini dapat disimpulkan, pendapat Mu’tazilah bahawa dalam penentuan kewajiban beriman bagi manusia, sama dengan Maturidiyyah aliran Samarkand tentang fungsi akal yang maksimum disamping fungsi wahyu. Sementara menurut Asy’ariyyah, akal hanya sebagai pelengkap kepada wahyu.

B. Iman dan Amal
Banyak terdapat pernyataan ciri-ciri orang beriman, yang disebut di dalam al Quran, antaranya, ialah:
a. Menjauhkan diri dari (perkataan dan perbuatan) yang sia-sia (al-Mu’minun ayat 3).
b. Memelihara aurat (al-Mu’minun, ayat 5).
c. Memelihara dan menunaikan janji (al-Mu’minun, ayat 8).
d. Tidak memakan riba (al-Baqarah, ayat 278).
e. Tidak lemah dan tidak bersedih hati (Ali ‘Imran, ayat 137).
f. Tidak takut dan tidak gentar (Ali ‘Imran 169).
g. Tidak curang (al-A’raf, ayat 85).
h. Tidak berbohong (al-Nur, ayat 6).
Diantara aliran yang lima, Khawarij cabang al-Azariqah, sangat kuat berpegang kepada nas (teks) al-Quran. Menurutnya bahwa iman yang sempurna itu, adalah iman orang yang benar-benar dapat menyesuaikan dan menyatukan perkataan dan perbuatan. Iman adalah qaul wa amal, itulah semboyan Khawarij. Bagi kaum Khawarij amal merupakan suatu kemestian, yang mesti ditunaikan, kerana amal adalah sama dengan pengakuan atau al-tasdiq. Paham iman dan amal Khawarij disepakati pula oleh Mu’tazilah, kecuali dalam hal-hal menjauhkan diri dari dosa. Bagi Khawarij agak berat, yaitu sama ada dosa besar atau dosa kecil, berbeda dengan Mu’tazilah yang agak ringan, hanya dosa besar saja.
Menurut al-Baghdadi, bagi Murjiah, bahwa amal tidak ada hubungan dengan iman, kerana mereka mengutamakan niat dan iktikad. Kualitas ‘amal bagi Murji’ah tidak mempengaruhi iman seseorang. Ketaatan dan kepatuhan dalam beramal tidak membawa kesan apa-apa. Bahkan, seorang yang masuk surga, menurut Murjiah cabang Yunusiah, hanyalah semata-mata kerana pemurah dan kasih sayang Allah, bukan kerana ‘amal perbuatan dan ketaatan kepada Allah. Dari sini dapat dibuat kesimpulan, bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidaklah merusakkan iman.
Konsep Murjiah sependapat dengan Asy’ariyyah, yaitu tidak mengutamakan amal. Kesamaan konsep mereka tentang iman adalah bertitik bertolak dari pengakuan hati. Bedanya, bagi Murjiah unsur tunggal iman, istilahnya, ialah ma’rifah, sedangkan Asy’ariyyah dengan istilah tasdiq.
Selanjutnya pendapat Maturidiyyah, amal juga bukan unsur iman, berarti mempunyai kesamaan dengan konsep Murjiah dan Asy’ariyyah. Amal hanyalah cabang iman, bukan satu kesatuan dengan iman. Kepatuhan pada perintah Allah merupakan akibat dari iman. Orang yang meninggalkan kepatuhan kepada Allah bukanlah kafir.

D. Bertambah dan Berkurangnya Iman
Di dalam al-Quran ada beberapa keterangan tentang bertambahnya iman, diantaranya:
a. Surat al-Anfal, 8: 2:
                 
Terjemahnya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.
b. Surat al-Taubah, 9: 124:
     •       •       

Terjemahnya: “dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira”.
Pendapat Khawarij yang kuat berpegang kepada al-Quran, mengakui bahwa iman boleh bertambah dan boleh berkurang. Sejalan dengan iman yang dipegang oleh golongan ini, yaitu tasdiq, taqrir dan ‘amal sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah- pisah, jika salah satu dari ketiga-tiga unsur tidak ada akan mengurangkan iman. Menurut mereka ‘amal adalah bukti yang nyata realisasi iman, tinggi rendah kualitas ‘amal menentukan pula tinggi rendahnya kualitas iman.
Konsep bertambah dan berkurangnya iman dalam pandangan Khawarij, dapat diterima oleh Mu’tazilah, kecuali bagi Mu’tazilah yang merusak iman itu adalah dosa besar. Bagi mereka dosa besar bukan saja mengurangi iman, tetapi juga mengubah dari seorang yang mukmin, menjadi tidak mukmin dan tidak pula kafir tetapi menjadi fasiq, yang menduduki posisi di antara posisi mukmin dan posisi kafir.
Sementara pendapat Khawarij lebih berat dari Mu’tazilah, kerana dosa besar dan dosa kecil bagi Khawarij akan merubah status mukmin berganti kepada status kafir, ‘amal yang baik akan bertambah dan kukuhnya iman seseorang.
Selanjutnya bagi Murjiah, adalah berbeda terus dengan konsep Khawarij dan Mu’tazilah. Artinya bagi Murjiah, bahwa iman tidak bertambah dan tidak pula berkurang, kerana iman bagi Murjiah hanyalah semata-mata ma’rifah, yaitu pengakuan yang mendalam tentang Tuhan. Bagi Murjiah tidak mungkin mengetahui rukun-rukun agama kecuali dengan ma’rifah kepada Allah.
Dilihat dari segi pemahaman diatas, semestinya bagi Asy’ariyyah dan Maturidiyyah adalah sependapat tentang konsep bertambah dan berkurangnya iman, kerana bagi Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, iman hanya tasdiq, tetapi ternyata bahawa Asy’ariyyah dan Maturidiyyah mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut Abd. Hamid Musa, mengutip pendapat Ahmad Amin bahwa bagi Asy’ariyyah, iman boleh berkurang dan boleh bertambah. Asy’ariyyah berdalilkan kepada al-Quran surah al-Anfal, 8: 12:
                      •  

Terjemahnya: “(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka” (Qs. Al-Anfal:12)
Sementara bagi Maturidiyyah, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Logika Maturidiyyah adalah tidak menunjukkan bertambahnya iman kecuali kurangnya kufur, sebaliknya tidaklah menunjukkan berkurangnya iman kecuali dengan bertambahnya kufur.
Walaupun Asy’ariyyah dan Maturidiyyah bergabung ke dalam golongan ahl al Sunnah wa al-jama’ah, tetapi nampaknya dalam hal bertambah dan berkurangnya iman, ahli sunnah mengambil pendapat Maturidiyyah, yaitu iman tidak bertambah dan berkurang. Hanya Imam al-Syafi’i yang juga golongan ahli sunnah wa al-jama’ah sependapat dengan Asy’ariyyah, mengatakan bahawa iman boleh berkurang dan bertambah.

KESIMPULAN

Berdasarkan perbandingan yang telah dikemukakan, nampak jelas bagaimana konsep iman menurut perspektif lima aliran dalam teologi islam. Pada mulanya konsep ilmu kalam dalam pembahasan iman agak sederhana, seperti yang terdapat di kalangan Khawarij dan Murjiah, tetapi kemudian pembahasannya lebih terperinci. Hal ini terjadi setelah datangnya tingkatan perkembangan kemajuan berfikir dan penelitian dari tokoh-tokoh Mu’tazilah. Pada masa berikutnya, aliran ini pernah menjadi anutan penguasa di zaman Bani Abbas.
Kemajuan ini mungkin kaena telah terjadinya interaksi intelektual dengan falsafah Yunani. Dengan falsafah dan logika itu, Mu’tazilah mengembangkan konsep konsep dan faham yang lebih logik dan sistematis dibandingkan dengan faham sebelumnya. Dari metode berfikir kaum Mu’tazilah yang mempergunakan rasio itulah sebenarnya yang menjadi dasar pembahasan tentang iman pada aliran aliran berikutnya seperti Asy’ariyyah dan Maturidiyyah di kalangan ahli al-Sunnah wa al jama’ah.



DAFTAR RUJUKAN

Ahmad Amin. 1969. Zuhr al-Islam. Juz 1V, Lebanon: Dar al-Kitab al-Arabi.
Al-Ghazali. 1958. Tarikh al-Firq al-Islamiyyah wa Nasy’ah ‘Ilm al-Kalam ‘inda al-Muslimin. Al-Azhar: Maktabah
Al-Baghdadi, t.t. Al-Farq Bain al-Firaq. Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah.
Al-Bazdawi. Kitab Usuluddin. Kahirah: Dr. Hans Piter Lins (Et. Al), Dar Haya’.
Harun Nasution. 1983. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press.
…………….. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press.
…………….. 1978. Islam Ditinjau dari Berbagai aspeknya. Jilid 11, Jakarta: UI-Press.
Muhammad Ibn Abd al-Karim al-Syahrastani. t.t. al-Milal wa al-Nihal. Beirut: Dar al-Fikr.
Jalal Abd. Hamid Musa. 1975. Nasy’ah al-‘Asy’ariyyah wa tatawwaruha. Lebanon: Dar al-Kitab.
Subhi. 1982. Fi ‘ilm al-Kalam. Iskandariyyah: Tsaqafah al-Jami’ah. Read More..